Terjebak Tempurung "Pintar"
Dosen yang nyepelein mahasiswa tuh menurutku nggak banget.
Terlepas dosen itu pinter, lulusan luar negeri, punya pemikiran efisien, dan keilmuannya sudah tidak diragukan lagi, aku rasa mereka ga punya hak untuk merendahkan mahasiswanya. Terlebih lagi menyuarakan pendapatnya yang menjelekkan orang lain itu di depan mahasiswa lainnya.
Pernah nemu tuh dosen yang begitu. Asal universitasnya aku sembunyikan, karena tujuanku saat ini cuma pengen menjadikan ini pembelajaran aja, supaya pembacaku yang budiman ngga akan melakukan hal semacam ini di masa depan.
Dosen ini dari rumpun ilmu pasti. Kami tengah berbincang biasa mengenai mahasiswa jaman sekarang.
Pembicaraan menyinggung tentang gimana mahasiswa jaman sekarang lebih gampang dapat nilai daripada di zamannya dulu. Iya, mungkin hal ini benar. Nilai terasa lebih mudah didapat dibandingkan dahulu. Tapi dengan sinisnya beliau komenin mahasiswanya sendiri, dengan tanpa berpikir panjang membandingkan dua jaman yang berbeda. "Jaman sekarang mahasiswa dapet B aja udah nangis-nangis, padahal dulu nilai saya C/D santai saja", katanya dengan nada merendahkan.
Belum berhenti, beliau juga nyinisin mahasiswa-mahasiswa yang langsung nikah begitu selesai S1. "Mahasiswi di perguruan tinggi A ini sukanya kalo lulus langsung nikah. Di tempat-tempat lain ngga, kampus sebelah misalnya, mereka mah berlomba-lomba lanjut studi" katanya.
I feel so pissed, bukan main kesalnya.
Pertama tentang nilai. Aku bukannya marah karena tersinggung pernah dapat nilai B. Aku marah karena kek, ngapain juga mahasiswa jaman sekarang harus ngikutin standar Bapak yang rendah itu sih? Harusnya dapat nilai yang baik dikasih apresiasi dong. Bukannya malah membandingkan standar sekarang dengan standar dengan masa lalu. Kita gak perlu mengikuti zaman yang standarnya lebih buruk dari zaman sekarang kan?
Kedua, yang soal menikah itu sungguh komentar yang ignorant. Seakan-akan menikah adalah hal yang sangat buruk bagi seorang akademisi. Kalaupun mereka ingin menikah, that's their choice! Who are you to judge them?? Ini sih udah jadi si paling ngerasa keputusan dan pemikirannya tepat.
Bagaimana mungkin, orang yang begini bisa kita sebut sebagai orang pintar? Apakah ini suatu konsekuensi bagi orang pintar, kalau mereka bisa jadi terjebak pada tempurung kepintaran mereka sendiri sehingga abai berempati dan mempertimbangkan keputusan-keputusan orang lain? Bagaimana mungkin pendidikan yang tinggi malah membuat seseorang berbalik menjadi orang yang nirempati begini?
"Pintar" yang seperti ini ternyata bisa kontradiktif sekali. Pintar di pemikiran tertentu, tapi kepintaran itu juga yang menggelapkan mata ketika ia melihat hal-hal lain di luar standar pintarnya. Akhirnya, ilmunya bukannya membebaskan, tapi malah menjebaknya seperti tempurung.
Semoga kalo besok kita jadi orang pinter, gak akan terbawa pada kesombongan dan kecenderungan merendahkan orang lain!
Komentar
Posting Komentar