Subsistem Masyarakat Terpelajar di Indonesia

Masyarakat Terpelajar.. Apa sih maknanya? Kita sering menemui istilah tersebut di buku-buku sejarah. Ternyata, istilah "masyarakat terpelajar" tidak hanya diartikan sebagai kumpulan individu yang berpendidikan saja lho. Kumpulan individu ini dapat dipahami sebagai sebuah subsistem dari sistem yang besar, yaitu negara. Untuk memahami subsistem masyarakat terpelajar di Indonesia, yuk simak penjelasannya berikut ini!



Latar Belakang

Menurut KBBI, pendidikan adalah suatu proses, cara, dan perbuatan mendidik. Pendidikan mempengaruhi masyarakat, sebab aspek kehidupan masyarakat sering kali dipengaruhi oleh pendidikan yang didapatnya. Hubungan antara pendidikan dan masyarakat dapat dilihat dari proses dan pola interaksi yang saling timbal balik (Damsar, 2011). 

Masyarakat terpelajar turut berkembang dan menjadi sistem sosial yang semakin besar. Karenanya, peran masyarakat terpelajar sangat penting dalam sistem sosial di Indonesia. Subsistem masyarakat ini turut bersinergi dengan subsistem masyarakat lainnya dalam membangun sistem yang lebih besar, yakni negara. Negara akan sangat membutuhkan sistem masyarakat terpelajar yang terstruktur untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan negara. Subsistem masyarakat terpelajar melalui institusi pendidikannya dapat membantu transmisi kebudayaan, membantu individu memahami peran sosialnya, menjamin integrasi sosial, dan sumber inovasi sosial (Rudinsuhaji, 2012). 

Masyarakat terpelajar dapat dikatakan sebagai subsistem sosial yang memiliki persyaratan fungsional AGIL. Pertama, prasyarat fungsional adaptation atau adaptasi (A). Masyarakat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi, yakni tuntutan perkembangan zaman, dengan cara mengedukasi pikirannya. Tanpa adaptasi masyarakat untuk menjadi cendekiawan, masyarakat tentu akan tertinggal oleh dinamisnya perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua, prasyarat fungsional goal attainment atau pencapaian tujuan (G). Masyarakat menentukan tujuan bersama, yakni untuk mendistribusikan pendidikan bagi seluruh anggota sistem. Ketiga, prasyarat fungsional integration atau integrasi (I). Masyarakat terpelajar akan tergerak untuk memelihara situasi dan keadaan yang terpelajar sebab terikat pada ikatan emosional sesama kaum terpelajar. Kesadaran antar anggota ini dengan sendirinya akan mengkoordinasikan dan menciptakan kesesuaian dalam sistem. Keempat, prasyarat fungsional latent pattern maintenance atau pola pemeliharaan laten (L). Pola pemelihaaraan laten merupakan prasyarat dimana suatu sistem harus mempunyai pola pemeliharaan yang tersembunyi agar tetap dapat terpelihara, meskipun suatu sistem mengalami disintegrasi. Pada masyarakat, akan selalu ada kesadaran untuk melestarikan pendidikan, sebab pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan primer yang harus dijalani. Karenanya, sistem ini tak dapat punah karena pendidikan akan selalu relevan bagi kehidupan, sehingga dengan sendirinya akan tetap ada sistem masyarakat terpelajar hingga kapan pun. 

Pembahasan 

1. Kemunculan Masyarakat Terpelajar di Indonesia 

Di Indonesia, masyarakat semakin sadar akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan. Masyarakat membutuhkan pendidikan untuk menjawab perkembangan zaman, mencari penghasilan, mengimbangi kemajuan teknologi, dan memperbaiki kualitas hidup. Pada masa pra kemerdekaan, kaum terpelajar banyak berasal dari golongan bangsawan dan priyayi yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah Belanda, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Para kaum terpelajar ini membawa wawasan-wawasan baru yang turut membantu Indonesia bangkit dari penjajahan. Seiring perubahan zaman, pendidikan digunakan untuk mengangkat status sosial seseorang dan pembuka kesempatan-kesempatan terhadap inovasi, mata pencaharian, dan teknologi baru. 

 Masyarakat terpelajar muncul seiring dengan penjajah Belanda yang datang memperkenalkan sistem sekolah ke Nusantara pada abad XIIV (Rudinsuhaji, 2012). Akan tetapi, mereka yang dapat mengenyam pendidikan di sekolah formal hanyalah kalangan bangsawan dan priyayi, hingga kemudian Politik Etis diberlakukan oleh pemerintah Belanda. Politik Etis dilakukan sebagai balas budi Belanda terhadap tanah jajahan di Nusantara. Pendidikan yang diajarkan terbatas pada pemenuhan kebutuhan pekerja industri yang berguna bagi Belanda. Meskipun pelaksanaannya banyak dimaanfaatkan untuk kepentingan Belanda sendiri, sedikit banyak pribumi mulai terpapar pendidikan formal. Di luar pendidikan yang diselenggarakan Belanda, muncul model-model pendidikan yang diperkenalkan oleh kaum terpelajar seperti Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad Dahlan yang turut memajukan inklusivitas pendidikan pada zaman pra kemerdekaan (Effendi dkk, 2019). Sistem pendidikan yang lebih humanis, pendidikan yang berbasis agama, hingga yang modern pun bermunculan, turut menghasilkan masyarakat terpelajar yang lebih banyak lagi. 

Kaum-kaum terpelajar tersebut seolah membawa angin segar di kalangan masyarakat pribumi yang tengah dijajah. Tidak hanya belajar ilmu umum seperti membaca dan berhitung saja, pendidikan yang diberikan tokoh-tokoh terpelajar juga menambah semangat juang untuk meraih kemerdekaan. Melalui pendidikan, para pribumi semakin berani menentang kebijakan politik Belanda dan dapat merancang strategi yang lebih sistematis untuk melawan demi kemerdekaan. 

2. Proses Sistem Masyarakat Terpelajar di Indonesia 

Masyarakat terpelajar ini telah membentuk sistem yang dimulai dari input, dilanjutkan proses, dan berakhir dengan output. Input sistem masyarakat terpelajar ini adalah guru, siswa, dan kurikulum, dilanjutkan dengan proses pembelajaran hingga kemudian menghasilkan masyarakat terpelajar sebagai output. Ada pun feedback input dengan output pada subsistem masyarakat adalah nilai yang dapat terlihat pada perilaku sosial serta timbulnya kesejahteraan hidup. Pada sistem ini, peran guru, sekolah, siswa, masyarakat luas, dan stakeholder sangat mempengaruhi proses pembentukan masyarakat yang terpelajar. 

Guru 

Guru berperan sebagai agen transfer nilai dan pengetahuan ketika berhubungan dengan siswa. Hubungannya dengan siswa sangat erat, karena guru adalah jembatan siswa dengan pihak sekolah dan stakeholder. Guru menjalin hubungan dengan sekolah dan bersama-sama membentuk kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan kondisi sosio ekonomi di daerah tersebut. Hasil kerja guru diamati oleh stakeholder untuk dijadikan referensi dalam pembuatan kebijakan. Tak hanya berhubungan dengan siswa, sekolah, dan stakeholder, guru juga bekerja sama dengan masyarakat yang didalamnya terdapat calon-calon peserta didik. 

Siswa 

Siswa atau peserta didik adalah subjek yang diajarkan ilmu pengetahuan agar kemudian dapat menjadi masyarakat yang terdidik. Siswa secara langsung berhubungan dengan guru dan sekolah dalam proses pembelajaran. Siswa tidak langsung berhubungan dengan stakeholder, tetapi siswa mendapat pengaruh berupa kebijakan dari pihak stakeholder. Karena siswa adalah bagian dari masyarakat, interaksi antar keduanya tak dapat dipisahkan. Siswa yang menempuh pendidikan formal akan kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih terdidik. 

Sekolah 

Sekolah adalah agen sosialisasi yang menyosialisasikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (Damsar, 2011). Di sekolah, peserta didik berinteraksi dan belajar menemukan peranan sosialnya sebagai individu di masyarakat. Karenanya, sekolah adalah tempat penting bagi pembentukan masyarakat terpelajar. 

Masyarakat luas 

Sistem kekerabatan yang berlaku pada masyarakat luas adalah kelompok patembayan yang bersifat formal. Masyarakat luas termasuk di dalamnya lingkungan tempat tinggal peserta didik. Persepsi masyarakat luas dipengaruhi oleh persepsi anggota-anggota yang ada di dalamnya. Masyarakat yang berpendidikan diharapkan dapat timbul jika diberikan edukasi pada anggota masyarakat luas. Hal ini diharapkan menimbulkan paradigm shift pada masyarakat luas sehingga lebih berkembang. 

Stakeholder 

Stakeholder sangat mempengaruhi sistem sentral masyarakat secara keseluruhan, karena berperan menyusun regulasi di semua aspek. Pada masyarakat terpelajar, stakeholder adalah posisi atas yang berperan dalam pembentukan kebijakan pendidikan, contohnya pemerintah dan dinas pendidikan.

Kelima unsur di atas saling berkaitan satu sama lain dalam membentuk sistem masyarakat terpelajar. Setiap aktor turut mengisi perannya masing-masing untuk kemudian memenuhi fungsi sistem masyarakat terpelajar secara keseluruhan. 

3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Masyarakat Terpelajar di Indonesia 

Adanya masyarakat terpelajar membuka wawasan masyarakat. Paparan terhadap nilai dan ide-ide baru membuka kesempatan untuk merasakan kehidupan yang lebih berkualitas di kalangan masyarakat. Pendidikan yang diwujudkan dalam sistem masyarakat terpelajar dapat menjadi kapital sumber daya manusia, kapital sosial, kapital budaya, dan kapital simbolik (Damsar, 2011). Sebagai investasi sosial, pendidikan menyediakan jaringan, kepercayaan, nilai, norma, dan kekuatan yang menggerakkan. Selain itu, pendidikan juga dapat menjadi investasi sumber daya manusia. Dengan pendidikan sebagai kapital sumber daya manusia, manusia menjadi individu yang lebih terampil dan produktif yang tidak hanya menguntungkan industri dan perusahaan, melainkan juga pekerja itu sendiri. Sebagai kapital budaya, pendidikan membentuk pengetahuan kultural dan sebagai kapital simbolik, pengetahuan dapat meraih prestise dan gengsi sosial. 

Meskipun sistem masyarakat terpelajar ini sudah banyak ditemui di Indonesia, masih ada saja pihak yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena adanya berbagai keterbatasan. Kemiskinan, mahalnya biaya pendidikan, kurangnya aksesibilitas adalah beberapa dari banyak masalah yang menyebabkan seseorang tidak dapat menempuh pendidikan. Terlebih lagi, pendidikan kini diliberalisasi dan dipolitisasi. Pemerintah tidak menambah pendanaan, sedangkan pendanaan dari masyarakat terus meningkat, terlihat dari sektor swasta yang berorientasi pada profit banyak membuka peluang privatisasi serta komersialisasi dalam penyelenggaraan pendidikan. (Putra, 2016). Pendidikan tak lagi dijadikan alat untuk memanusiakan manusia, melainkan hanya untuk memenuhi ambisi-ambisi ekonomi. Hal-hal tersebut tentu menghambat perkembangan masyarakat terpelajar yang merata di Indonesia. 

4. Prospek Masyarakat Terpelajar di Indonesia 

Masyarakat terpelajar akan senantiasa eksis sebagai suatu sistem, bahkan diharapkan akan terus berkembang menjawab tantangan dari zaman ke zaman. Di masa depan, tuntutan revolusi industri akan semakin gencar dengan adanya robotisasi dan AI. Masyarakat terpelajar pun akan lebih giat melakukan spesialisasi kerja untuk meningkatkan kompetensi terbaik mereka dalam menghadapi teknologi. Tak hanya berkesinambungan dengan perkembangan teknologi, masyarakat juga diharapkan dapat mewujudkan pendidikan yang lebih demokratis. Pendidikan demokratis yang dimaksud adalah yang terbuka dan terjangkau bagi seluruh masyarakat, tidak hanya sebagian yang mampu saja. Jika masyarakat dapat merealisasikan hal-hal tersebut, jumlah masyarakat terpelajar pun akan semakin banyak dan bisa menjadi sistem yang betul-betul berpengaruh bagi sistem negara. 

Kesimpulan 

Masyarakat terpelajar ialah salah satu subsistem dari sistem masyarakat di Indonesia. Fungsi subsistem ini bagi negara adalah menyediakan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas agar dapat menjawab tantangan zaman. Istilah masyarakat terpelajar sudah mulai ada sejak zaman sebelum kemerdekaan, sejak sekolah formal mulai diadakan di Nusantara. Masyarakat terpelajar terdiri dari anggota-anggota masyarakat yang menempuh pendidikan. Sistem ini didukung oleh peranan aktor-aktor seperti guru, siswa, sekolah, masyarakat luas, dan stakeholder yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Meskipun masyarakat terpelajar sangat prospektif bagi sistem negara, subsistem masyarakat terpelajar mempunyai kekurangan dan tantangan yang harus dibenahi. Jika subsistem ini dapat mengatasi kekurangannya, sistem ini dapat berkembang lebih pesat sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat. 


Daftar Pustaka 

Damsar, D. (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta, Kencana. 

Effendi, R., Suryati, W., & Kurniawan, P. W. (2019). TINJAUAN HISTORIS PERAN PERJUANGAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM PENDIDIKAN INDONESIA TAHUN 1920-1959. Palapa: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah, 1(1), 1-14. 

Putra, G. R. (2016). Politik Pendidikan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 

Rudisunhaji, M. A. (2012). Bahasa Pendidikan Indonesia dan Akar Politik Pendidikan Nasional Pra-Kemerdekaan. Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 4(1), 1-9.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Resiliensi Melalui Persiapan Studi Ke Luar Negeri

Daijoubu Guitar Chords by Monkey Majik

Membangun Pendidikan Humanis Melalui Mindset Humanis