Upaya Mendorong Inklusi Digital dan Transformasi Digital dalam Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19
Digitalisasi merupakan hal yang tidak dapat terelakkan. Seiring perkembangan zaman, masyarakat semakin tak asing dengan penggunaan perangkat lunak dan keras. Dengan digitalisasi pula, dunia seakan mulai terhubung tanpa jarak akibat pengaruh internet. Memasuki revolusi industri 4.0, digitalisasi mulai merambah dan mengubah cara hidup kita, sebab keberadaan internet turut menyediakan kenyamanan dan kebutuhan bagi masyarakat. Terlebih di masa pandemi Covid-19, kebutuhan akan internet semakin mendesak dan tak terelakkan. Segala aspek dipaksa berubah karena adanya pandemi ini, sehingga membukakan pintu menuju transformasi ke arah digital (Maksum & Fitria, 2021). Salah satu bidang yang paling terkena dampaknya ialah pada bidang pendidikan.
Pada pendidikan di era pandemi,
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah kegiatan yang menjadi sarana penghubung
antara murid dan guru yang tersekat jarak. PJJ banyak memanfaatkan internet dan
TIK sebagai upaya menyelenggarakan pembelajaran alternatif selain tatap muka,
sehingga banyak dipakai di masa pandemi Covid-19. Menurut Zam (2021) PJJ dapat
menjadi kunci keberlangsungan yang efektif di masa pandemi jika dapat
dimanfaatkan dengan baik. Ini sejalan dengan penelitian oleh Salsabila dkk
(2020) yang menunjukkan bahwa teknologi mempunyai peran penting dalam
penyampaian materi pembelajaran masa Covid-19. Sayangnya, rendahnya tingkat
inklusivitas pendidikan masih senjang jika dibandingkan dengan tingkat paparan
masyarakat kita terhadap digitalisasi (Zam, 2021). Hal tersebut menghasilkan
urgensi untuk menggalakkan inklusivitas digital, khususnya di bidang
pendidikan, secara lebih masif lagi.
Pembelajaran Jarak Jauh dan
Inklusi Digital
PJJ yang dilakukan di masa
pandemi Covid-19 menyimpan banyak kontra, khususnya dalam aspek inklusivitas
pendidikan. PJJ dianggap sangat problematis karena seluruh pembelajar di
Indonesia, baik yang terpenetrasi internet dengan yang tidak, harus melakukan
PJJ serentak tanpa persiapan matang. Padahal, PJJ erat kaitannya dengan
pembelajaran sinkronus maupun asinkronus yang harus memakai jaringan internet.
Menurut laporan survei internet APJII tahun 2020, masih terdapat 26,3% daerah
yang tak terpenetrasi internet (APJII, 2020). Artinya, masih ada lebih dari 70
juta jiwa yang belum dapat memanfaatkan internet.
Di daerah yang telah paham
penggunaan TIK saja masih ditemukan ketidaknyamanan dalam PJJ, apalagi untuk
daerah sulit yang masyarakatnya belum terpenetrasi internet. Tidak siapnya
masyarakat dalam PJJ ini ditunjukkan oleh sebagian besar proses PJJ pada siswa
kelas rendah sebatas memakai fasilitas grup WhatsApp melalui HP (Arifa, 2020). Adapun
siswa kelas tinggi hingga mahasiswa merasa pembelajaran tidak berjalan seperti
pembelajaran formal yang seharusnya (Muskania & Zulela, 2021). Ditambah
lagi hal tersebut juga dibatasi dengan aspek fisik yakni keterbatasan kuota,
sinyal, dan perangkat. Ini berarti PJJ masih jauh dari kata ideal, karena belum
dapat mengakomodasi minat dan bakat siswa dengan baik.
Kebijakan dari Pemerintah
Fenomena dalam PJJ tersebut
kemudian memicu pemerintah untuk memperbaiki kesenjangan tersebut dengan
berbagai kebijakan. Siswa dan guru diberikan bantuan kuota internet secara
berkala, diberikan kemudahan melalui kurikulum darurat, mengadakan kerjasama
dengan TV nasional serta pihak swasta untuk menyelenggarakan pembelajaran, dan
upaya percepatan transformasi digital lainnya (Nuphanudin dkk, 2021).
Di masa pandemi Covid-19,
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengadakan pembelajaran daring, sebagai
upaya meniadakan pembelajaran langsung yang berpotensi menyebar penularan virus
(Muskania & Zulela, 2021). Kebijakan ini dibarengi dengan pengadaan
fasilitas-fasilitas pembelajaran jarak jauh seperti platform belajar dan bantuan
kuota. Sementara bagi daerah yang masih kesulitan perangkat dan sinyal,
pemerintah memberikan alternatif pembelajaran lewat media non-daring. Salah
satu media yang mendukung kebijakan inklusif tersebut adalah program Belajar
dari Rumah yang merupakan hasil kerjasama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dengan lembaga penyiaran publik TVRI. Serial Belajar dari Rumah menayangkan
materi dan video pembelajaran pada siswa PAUD hingga menengah atas di TV
nasional, sehingga siswa tidak terhambat oleh gangguan sinyal dan kuota seperti
pembelajaran daring (Astini, 2020).
Bagi daerah yang sudah
terpenetrasi internet, pemerintah melalui Ditjen Dikti juga memfasilitasi belajar
daring di masa pandemi melalui kerjasama dengan Kominfo dan provider
layanan telekomunikasi untuk penyediaan bantuan kuota. Tak sebatas itu,
pemerintah juga menjalin kerjasama dengan aplikasi belajar dari perusahaan
swasta seperti Zenius, Ruang Guru, dan Quipper untuk menyediakan konten belajar
yang berkualitas secara gratis (Arifa, 2020). Bentuk kerjasama ini diharapkan
dapat menguntungkan dua pihak sekaligus membuka akses digital secara lebih luas
lagi.
Platform daring juga
diselenggarakan oleh Kemendikbud melalui laman Rumah Belajar. Rumah Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id)
adalah laman yang menyediakan materi pembelajaran interaktif. Fitur unggulan
yang dimiliki Rumah Belajar adalah sumber belajar, buku sekolah elektronik
(BSE), bank soal, laboratorium maya, peta budaya, wahana jelajah angkasa,
pengembangan keprofesian lanjutan (PKB) dan kelas maya (Nuphanudin, 2021).
Seluruh bahan-bahan belajar ini dibuat secara menarik, lengkap, dan sesuai
dengan pembelajaran kurikulum nasional. Platform ini merupakan bentuk
digitalisasi pengetahuan hingga akhirnya mencapai transformasi digital.
Literasi Digital
Literasi digital juga digalakkan
sebagai upaya mendorong transformasi digital dalam pendidikan. Pelaksanaan PJJ diharapkan
dapat menjadi momentum untuk mengarahkan proses pembelajaran pada pengajaran
berbasis proyek, kolaborasi, inovasi serta berorientasi pada life skill
(Maksum & Fitria, 2021). Agar PJJ tak hanya berputar pada masalah praktik
teknis saja, pemerintah juga mengupayakan agar digitalisasi dalam pendidikan
dapat menyokong kemampuan abad 21 tersebut pada siswa. Ini berarti termasuk di
dalamnya menggalakkan literasi digital dan kemampuan untuk memanfaatkan
teknologi. Literasi digital pernah diberikan oleh pemerintah melalui mata
pelajaran TIK pada kurikulum 2006 atau KTSP. Meskipun TIK sudah ditiadakan
dengan alasan dapat diintegrasikan dengan pembelajaran lainnya, pemerintah
terus mengupayakan kegiatan literasi digital lewat sosialisasi, penelitian,
pelatihan, talk show, dan lain-lain. Pada tahun 2017 misalnya, Menkominfo
meluncurkan program gerakan nasional #SiBerkreasi untuk mennyebarluaskan konten
positif sebagai bagian dari literasi digital (Rahmawan, 2019). Dalam lingkup
lebih sempit, stakeholder seperti universitas juga membuat mata kuliah mengenai
literasi media dan literasi digital (Kurnia & Astuti, 2017).
Jadi..
Di tengah pandemi Covid-19 yang
menuntut perubahan dalam bidang pendidikan, pemerintah senantiasa mengupayakan
dukungan untuk merealisasikan transformasi digital dan inklusi digital.
Berbagai upaya tersebut turut memperhatikan kebutuhan masyarakat agar tidak
tertinggal dalam perkembangan zaman. Dengan begitu, seluruh masyarakat dapat
ikut serta dalam transformasi digital, khususnya pada bidang pendidikan, tanpa
terkecuali.
Meski begitu, pemerintah tidak
semerta-merta mendorong transformasi digital dalam pendidikan secara
terburu-buru. Sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
Darurat Penyebaran Covid-19, guru dianjurkan untuk tidak terpaku pada
pembelajaran seperti biasa, melainkan lebih menekankan kegiatan kreatif,
eksploratif, berbasis pengalaman dengan cara menyenangkan. Hal ini menunjukkan awareness
pemerintah bahwa perubahan tidak bersifat instan. Pemerintah secara sadar
menjejak langkah-langkah awal dengan terlebih dahulu mendorong pendidikan yang
bermakna dan relevan bagi skill kehidupan siswa. Bahkan, di masa
keterbatasan seperti ini guru juga didorong untuk mengembangkan pembelajaran
yang sesuai dengan lokalitas dan sumber daya yang ada di sekitar. Ini bermaksud
untuk melepaskan beban pembelajaran daring atau PJJ sehingga siswa di daerah 3T
yang belum terpenetrasi internet dapat belajar dengan baik. Harapan untuk
kedepannya, akan ada lebih banyak lagi langkah-langkah inklusif oleh pemerintah
agar dapat menciptakan transformasi pendidikan berbasis digital bagi seluruh pembelajar
di Indonesia.
Daftar Pustaka:
APJII. (2020). Laporan Survei APJII 2020: Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Retrieved from https://apjii.or.id/survei2019x/download/ Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet- Indonesia-2020
Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Covid-19. Info Singkat; Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, XII (7/I), 6.
Astini, N. K. S. (2020). Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran tingkat sekolah dasar pada masa pandemi covid-19. Lampuhyang, 11(2), 13-25.
Kurnia, N., & Astuti, S. I. (2017). Peta gerakan literasi digital di Indonesia: studi tentang pelaku, ragam kegiatan, kelompok sasaran dan mitra. Informasi, 47(2), 149-166.
Muskania, R., & Zulela, M. S. (2021). Realita Transformasi Digital Pendidikan di Sekolah Dasar Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 6(2), 155-165.
Nuphanudin, N., Komariah, A., Kurniady, D. A., & Septiani, C. K. (2021, April). PENDIDIKAN JARAK JAUH DI TENGAH PANDEMI COVID-19. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG.
Rahmawan, D., Mahameruaji, J. N., & Anisa, R. (2019). Pengembangan konten positif sebagai bagian dari gerakan literasi digital. Jurnal Kajian Komunikasi, 7(1), 31-43.
Salsabila, U. H., Sari, L. I., Lathif, K. H., Lestari, A. P., & Ayuning, A. (2020). Peran Teknologi Dalam Pembelajaran Di Masa Pandemi Covid-19. Al-Mutharahah: Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial Keagamaan, 17(2), 188-198.
ZAM, E. M. (2021). PERAN LITERASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA PEMBELAJARAN JARAK JAUH DI MASA PANDEMI COVID-19. EDUTECH: Jurnal Inovasi Pendidikan Berbantuan Teknologi, 1(1), 11-20.
Komentar
Posting Komentar