Tentang Pembelajaran Tematik, Orangtua Harus Tahu

Girls on Desk Looking at Notebook

Apakah Anda mempunyai anak SD/MI di rumah? Apa yang Anda ketahui tentang apa yang anak pelajari di sekolah? Orangtua siswa SD/MI tentu sering dengar kata "pembelajaran tematik". Tetapi banyak yang hanya sekadar tahu sampai di situ. Apakah Anda benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan pembelajaran tematik?

Pembelajaran tematik adalah suatu metode pembelajaran yang diadopsi kurikulum nasional kita. Proses dan pembelajaran ini diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan sudah dipakai dalam proses pembelajaran hingga kini, termasuk pembelajaran pada tingkat SD/MI sederajat.

Tematik berasal dari kata "tema", secara istilah dimaksudkan sebagai pembelajaran berbasis tema-tema yang telah ditentukan. Contohnya bisa dilihat di buku tematik SD/MI kelas 1-6, yang dapat di download secara bebas di internet. Perhatikan isi buku-bukunya, dan Anda akan temukan tema-tema pelajaran seperti tema Keluargaku, Diriku, Lingkungan Sekitar, dan sebagainya dan bukannya materi pelajaran seperti Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan lain-lain. Ya, sebab pembelajaran tematik ini berlainan dengan pembelajaran parsial (dipisah-pisah per mata pelajaran) yang mungkin generasi tua pernah rasakan ketika sekolah dasar. Anda mungkin bertanya-tanya, apa yang bisa dipelajari dengan tema-tema keseharian seperti tadi? Bagaimana mungkin bisa belajar tanpa mata pelajaran? Ketahuilah, para orangtua! Disitulah esensi awal yang dimaksudkan pembelajaran tematik. Agar anak-anak tidak merasa sedang belajar Matematika atau IPA, melainkan seolah-olah ia hanya bermain dengan hal-hal disekitarnya. Tepatnya, ia belajar sambil bermain melalui kegiatan-kegiatan yang dibagi berdasarkan tema.

Buka lagi buku tematik, dan lihat apa yang menjadi materi pelajarannya. Mencoba, Mempraktikkan, Mendiskusikan, sekali-kali mengerjakan soal latihan. Pembelajaran tematik ini bermaksud untuk memberikan pengalaman belajar yang nyata bagi anak. Misalnya, di bab Keluargaku buku tematik kelas 1 akan ditemukan pelajaran berhitung melalui anggota keluarga. Tanpa tematik, pembelajaran berhitung tadi dengan frontalnya disebut sebagai Matematika, tanpa anak tahu implementasi matematika sendiri seperti apa. Beberapa anak mungkin mengerti, tapi secara umum, psikologis anak usia SD/MI adalah tahap operasional konkret. Artinya, anak akan lebih mudah memahami sesuatu jika hal itu adalah hal yang nyata (tangible) bagi anak. Dengan pembelajaran tematik, diharapkan anak bisa belajar sekaligus merasa terhubung (relate) dengan kehidupan nyata. Tentunya, pembelajaran ini juga dikemas secara menyenangkan dengan bentuk kegiatan-kegiatan yang bisa merangsang minat anak.

Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran tematik mempunyai maksud yang sungguh ideal karena sangat memperhatikan perkembangan anak sebagai tujuannya. Tetapi sayang, yang ditemukan dalam teori tersebut seringkali berbeda dengan praktik yang terjadi dalam kenyataan. Pembelajaran di kelas memang menggunakan buku tematik, tetapi masih saja ada guru yang menyampaikan materi secara parsial (per mapel). Sebenarnya, penyampaian materi per mata pelajaran tidak apa-apa digunakan asal tetap dilakukan secara menyenangkan dan relevan dengan ke anak. Namun, hal tersebut juga berkaitan dengan guru yang bersangkutan. Apakah guru mampu untuk merekonstruksi pembelajaran tersebut sesuai kebutuhan anak? Kembali lagi pada kompetensi dan kualitas guru yang mengajar.

Pembelajaran Tematik memang masih memerlukan evaluasi karena kekurangan-kekurangan seputar SDM tersebut. Di wilayah pinggiran Indonesia, masih banyak sekali guru yang memakai pembelajaran model lama karena berbagai keterbatasan seperti pendidikan guru yang rendah. Maka dari itu, institusi pendidikan tinggi, lembaga sertifikasi beserta Dinas Pendidikan pun sedang berjuang mati-matian meningkatkan kualitas guru. Menaikkan gaji guru, mengadakan pelatihan, meningkatkan mutu institusi pendidikan guru, pokoknya bagaimana caranya agar guru yang nantinya mengajar bisa menerapkan pembelajaran tematik yang efektif bagi anak didik. Goal akhirnya, jika sistem dapat berjalan baik, tentu saja "Mencerdaskan kehidupan bangsa".

Intinya, banyak pihak sedang berusaha untuk memperbaiki sistem ini. Dan tentu saja, orangtua pun punya peran besar untuk mendukung jalannya pendidikan, salah satunya dengan memahami sistem pembelajaran Tematik serta kelebihan dan kekurangannya. Jangan sampai sistemnya sudah oke, tapi ada saja orangtua yang protes kenapa gurunya gak dong lah, kenapa sistemnya gak jelas lah, dan celetuk-celetuk bikin gemas lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Resiliensi Melalui Persiapan Studi Ke Luar Negeri

Daijoubu Guitar Chords by Monkey Majik

Membangun Pendidikan Humanis Melalui Mindset Humanis