Pendidikan Karakter, Really? Satu Tahun Gejayan Memanggil




"Pendidikan karakter" menjadi salah satu hal yang dicanangkan dalam sistem pendidikan kita. 

Bagi saya seorang mahasiswa jurusan pendidikan, pendidikan karakter adalah salah satu hal terpenting untuk diimplementasikan ketika mengajar. Sebagai role model anak murid, kami dituntut tidak hanya menyampaikan bab-bab mata pelajaran, tetapi juga menuangkan moralitas dengan cara menjadi contoh baik bagi peserta didik. Guru mempunyai peran penting khususnya di lingkungan sekolah, sama seperti pentingnya peran orangtua di rumah. 

Nah, hubungan guru dengan murid ini ingin saya pakai juga untuk menganalogikan negara dengan rakyatnya. Jika semisal guru dan orangtua merupakan role model bagi anak, bagaimana dengan lingkup negara? Siapa lagi yang menjadi contoh bagi rakyat jika bukan para petinggi, aparat, dan pemimpin negara. Terlebih lagi, orang-orang yang berada di pemerintahan kan seharusnya orang-orang terbaik negara. Apa jadinya kalau orang yang dijadikan contoh ini bertindak sesuatu yang malah meresahkan bahkan merugikan "anak muridnya"? 

Ya, pikiran ini timbul, akibat kenangan yang berkenaan dengan kelakuan para pemimpin negara. Tidak terasa sudah setahun yang lalu saya mengikuti aksi Gejayan Memanggil pada tanggal 23 September 2019 bersama dengan ratusan mahasiswa di berbagai universitas di Yogyakarta. Tujuan kami saat itu mereformasi demokrasi. Membawa ketidakpuasan-ketidakpuasan yang berasal dari suara hati rakyat.  Bersumber dari apakah semua itu? Apa lagi jika bukan penguasa-penguasa tak tahu diri dengan sejuta kepentingan politisnya?

Ya, demo-demo yang tidak hanya dilakukan kami mahasiswa Jogja melainkan seluruh Indonesia ini sebenarnya menyuarakan hal yang sama. Gerakan ini adalah bentuk perlawanan yang bersumber dari keputusan-keputusan yang dianggap mencederai demokrasi negara ini, yakni pembungkaman suara-suara rakyat yang kalah keras dengan kepentingan petinggi negara. Kini, saya melihat suara rakyat tersebut tak lagi hanya sekadar dibungkam, tapi benar-benar ditenggelamkan dan dimusnahkan hingga tak terdengar lagi. 

Bagaimana tidak? Sekian banyak tuntutan-tuntutan mahasiswa, tak banyak yang direalisasikan hingga setahun berlalu. Masih tidak ada penguatan terhadap KPK atau pengesahan UU yang masuk list tuntutan. Dibiarkan tergerus waktu, berharap orang-orang melupakan segala kerusuhan, demonstrasi, hingga pertumpahan darah yang pernah terjadi kala September 2019 tersebut. Yah, ternyata saya dan ratusan ribu demonstran di seluruh Indonesia sia sia berpanasan di tengah terik matahari, sia-sia berteriak menuntut pada orang-orang yang kami gantungkan harapannya. Boro-boro dijadikan contoh, mendengarkan perintah pun rakyat jadi ogah. Dan disaat yang sama, mereka juga terus menggaungkan pendidikan karakter kepada kita yang semakin hari rasanya kian memuakkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Resiliensi Melalui Persiapan Studi Ke Luar Negeri

Daijoubu Guitar Chords by Monkey Majik

Membangun Pendidikan Humanis Melalui Mindset Humanis