Postingan

Ki Hadjar Dewantara dan Model Taman Siswa Sebagai Image Pendidikan Indonesia

Gambar
Sebagai anak jurusan pendidikan yang sedang studi di luar negeri, khususnya di negara se-diverse Amerika Serikat, penting untuk kita punya value lokal untuk dibawa ke kelas.  Menjadi "representasi" orang Indonesia di kelas yang begitu global bikin aku berpikir demikian. Lantas, apa hal yang bisa dibawa kami orang Indonesia, yang bisa memperlihatkan kerennya nilai-nilai keiindonesiaan, khususnya di bidang pendidikan? Salah satu yang bisa dibawa adalah konsep "Among" atau "mengayomi" dalam konsep Taman Siswa yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara. Sebagai Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara punya pemikiran yang sejalan dengan nilai-nilai lokal Indonesia. Nilai lokal di sini adalah nilai yang unik dan established, pegangan filosofis yang bisa dibawa ke kancah global. Konsep gotong royong, mengayomi, dan mendorong wibawa bangsa yang dibicarakan Ki Hadjar Dewantara ini bisa banget dibawa ke kelas-kelas pendidikan. Sangat representatif. Mau ngomongin fil...

Memaknai "Belajar" di Negeri Seberang

Jika aku harus menentukan titik di hidupku dimana aku belajar paling banyak dalam waktu singkat, aku akan selalu bilang, titik ketika aku berada di tempat baru. ---------- Tiga bulan di Seattle, Washington, tidak henti-hentinya aku belajar banyak. Selalu ada hal baru yang mengagumkan untukku. Di kelas, aku selalu dibuat terkesima oleh dosen-dosen cerdas yang sebegitu mudahnya memantik keingintahuanku terhadap ilmu pendidikan. Lalu ada teman-teman mahasiswa dengan pikiran out of the box-nya yang keren. Ilmu pedagogi yang buat aku makin jatuh cinta karena semakin didalami, semakin menarik bahasannya. Di luar kampus, aku dibuat berbinar-binar dengan keindahan alam Washington state yang bagai surga. Kadang juga dibuat heran ketika melihat banyaknya tunawisma saat menjadi relawan sebuah organisasi non-profit di tengah kota. Dibuat sadar akan budaya kapitalisme, konsumerisme, dan hedonisme Amerika, yang terasa lebih banyak buruknya daripada indahnya. Dibuat tak habis pikir dengan begitu bany...

Membumikan Narasi Empati Sebagai Napasnya Proses Belajar

Gambar
Di sela kesibukan, aku menyempatkan nonton film legal secara gratis lewat YouTube. Pilihan jatuh ke film tahun 2007 yang judulnya "Freedom Writers", diperankan sama Hillary Swank.  Awalnya tertarik karena ceritanya diangkat dari kisah nyata tentang guru yang mengajar kelas penuh anak-anak SMP bermasalah di daerah Long Beach, Southern California, AS di akhir tahun 90an. Sebagai guru, aku selalu tertarik buat tahu lebih banyak tentang gimana guru-guru lain mengatasi masalah di dalam kelas. Dan bener aja dong, aku belajar banyak metode menarik yang ditempuh Ms Gruwell buat mengambil hati anak muridnya, yaitu dengan menumbuhkan empati. Sebagai anak-anak remaja tanggung umur 14-15 tahun, murid-murid kelas 302 punya emosi labil. Hal ini diperparah sama keadaan sosial di California pada saat itu, yang lagi tegang karena isu rasial dan kelompok gangster. Sebagian besar murid Ms Gruwell tumbuh di lingkungan imigran, diwarnai kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan, penyalahgunaan sen...

Belajar Resiliensi Melalui Persiapan Studi Ke Luar Negeri

Gambar
Malam tadi adalah malam yang panjang. Aku mengurus suatu dokumen imigrasi yang harus kubawa ke wawancara visa yang akan dilakukan dua hari lagi. Bayangkan saja, dokumen yang sedemikian penting itu tiba-tiba dibatalkan pihak kampus karena suatu hal. Padahal, proses mendapatkan dokumen ini sangat panjang dan melibatkan banyak pihak seperti pihak kampus serta pemerintah AS. Karena dokumen pengantar visa dari kampus adalah dokumen krusial untuk mendapatkan visa pelajar, aku pun segera menghubungi pihak kampus. Perbedaan waktu antara Indonesia dan di sana adalah 13 jam dan aku tidak dapat menghubungi mereka secara sinkronus, jadilah aku menunggu email selama semalam suntuk agar tidak melewatkan jam kerja efektif di Seattle, Washington sana.  Prosesnya begitu intens. Aku mengirimkan email dengan judul " urgent question regarding F1 visa ", namun tidak kunjung dibalas karena email dikirimkan ke frontliner Graduate School terlebih dahulu. Orangtuaku heboh. Mereka stres, aku apa lagi....

Modul Parenting dan Konsultasi Orang Tua

Gambar
Orang tua menjadi salah satu kesuksesan dalam proses belajar anak; sebagai pemberi pengetahuan dasar, pemberi fasilitas, pemberi motivasi. Orangtua yang telaten, mengerti cara mendidik, akan mampu membesarkan anak yang berkualitas pula. Terlebih lagi pada masa pandemi, peran orang tua menjadi yang paling besar. Sebab, pandemi membuat orang tua makin sering bertemu dengan anak. Sayangnya, masih banyak orang tua yang belum dapat memaksimalkan perannya dalam mendampingi anak, khususnya mereka yang sibuk bekerja atau kurang teredukasi.  Saya mencoba membuat modul parenting ini untuk mencoba membantu masalah tersebut. Seluruhnya merupakan sintesis dari pengalaman mengamati lingkungan pribadi serta sumber-sumber dari luar. Modul ini telah saya gunakan dalam program pengabdian untuk edukasi ibu-ibu dengan anak kecil. Harapannya, modul ini dapat dijadikan referensi yang dapat berguna ketika melakukan sosialisasi parenting kecil-kecilan, khususnya di masa pandemi. Orangtua sebagai pendamp...

Membangun Pendidikan Humanis Melalui Mindset Humanis

Gambar
Sebagai pelajar dan pengajar, aku secara langsung merasakan dan melihat banyak fenomena-fenomena di dunia pendidikan Indonesia. Tentu banyak hal baik yang kudapatkan dari proses pendidikan, diantaranya mendapat kesempatan bersekolah di tempat yang memungkinkanku belajar banyak. Tetapi tentu, banyak juga kekurangannya. Aku melihat kesenjangan dalam pendidikan, dimana yang berduit mempunyai posisi lebih menguntungkan dalam pendidikan formal. Pendidikan yang dilakukan bertahun-tahun, namun gagal diamalkan dalam kehidupan nyata. Pendidikan yang terobsesi pada nilai nominal, pendidikan yang terbatas pada buku pelajaran. Pendidikan yang menyeragamkan kita bagai robot. Pendidikan yang tidak digunakan untuk mengembangkan individu, melainkan mempermudah kepentingan golongan tertentu saja. Intinya, aku melihat proses “pendidikan” yang tidak benar-benar memahami hakikat pendidikan. Hal ini mengusik dari perspektifku sebagai mahasiswa sekaligus guru. Aku pun mencoba menelisik permasalahan ini ...

Menjadi Guru MI/SD

Gambar
Dua jurusan mirip-mirip; Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Keduanya adalah jurusan untuk menjadi guru kelas pada jenjang pendidikan dasar. Tapi terkadang saya bingung dengan kurikulum yang ditawarkan dalam meniti profesi sebagai guru MI/SD. Saya merasa bahwa jurusan kami sebetulnya tidak begitu relevan keilmuannya untuk disuruh mengajar mata pelajaran seperti Matematika, IPA, atau Agama, yang saya rasa membutuhkan basic ilmu setara S1 ilmu tertentu. Contohnya, kita tentu kalah pengetahuan tentang IPA dan MTK nya dibandingkan mereka yang kuliah S1 jurusan Pendidikan MIPA. Kedalaman dan keluasan ilmu tentu berbeda.  Dan dalam pelaksanaannya ternyata memang betul, saya sendiri tak terlalu menguasai IPA dan Matematika. Lalu kemudian, apa yang dapat kuajarkan pada anak-anak kalo cuma setengah-setengah? Kenapa ada jurusan seperti PGMI dan PGSD?? Toh kami tidak "sekompeten" itu mengajar mata pelajaran. Pada rekrutmen lowongan kerja ...